Hello worlds.
Terakhir kali saya posting di blog ini kurang lebih 3 bulan yang lalu atau lebih tepatnya 24 Februari 2012. Judul postingan kali itu adalah AMBISI. Waw.. Kenapa? Wah, klo itu siy jangan ditanya ya. Saya sudah lupa bagaimana situasi emosional saya ketika itu sehingga menerbitkan coretan tersebut. Namun, Satu quote yang saya ingin tekankan ialah
...."thinking of master in everything, at the end you will be master of nothing..."
Nah, kawanku yang tetap setia melayari blog ini, kalau lah ada pertanyaan apa yang terjadi pada diri saya selama 3 bulan terakhir sehingga belum sempat untuk berbagi coretan di blog ini, maka sekaranglah saya rasa jawabannya. hehehhee
Here it is, I am addicted into photography at the moment. Yes. bener-bener dibuat "gila". Hmm..sebenarnya gak gila-gila amat siy. Masih dalam batas kewajaran. :p
Bisa dikatakan awal bulan maret-lah semua aktivitas fotografi ini bermula. Sebenarnya dah lama siy pengen menceburkan diri dengan fotografi, namun sekali lagi kesempatan itu belum datang, atau tekad belum bulat atau lagi-lagi capek untuk mencoba hal baru.
Sebelum maret 2012, kesan yang ada di otak tentang DSLR atau Digital SLR adalah kamera yang sangat rumit sebab banyak sekali tombol-tombol yang sepertinya harus dipencet sebelum memfoto. Namun, jujur sangat ada keinginan untuk bisa memahaminya. hahaha. Alhasil, anti dengan DSLR, yang memang untuk mendapatkannya memerlukan pengorbanan bukan hanya jiwa dan raga tapi UANG.
Kondisi tersebut menyebabkan saya kurang tertarik dengan fotografi (klo orang sunda jadinya fotograpi pake p..pisss). Ya iyalah, my point of view, rada kurang menarik klo ngambil gambar hanya pake handphone. Well, tentunya banyak komunitas yang menentang pendapat saya ini, tapi untuk kali ini itulah kejujuran yang mampu saya sampaikan. Hehehe.
Kondisi tersebut menyebabkan saya kurang tertarik dengan fotografi (klo orang sunda jadinya fotograpi pake p..pisss). Ya iyalah, my point of view, rada kurang menarik klo ngambil gambar hanya pake handphone. Well, tentunya banyak komunitas yang menentang pendapat saya ini, tapi untuk kali ini itulah kejujuran yang mampu saya sampaikan. Hehehe.
Ok, let's say cita-cita punya DSLR itu selalu ada dalam hati sanubari. Yap, apalagi 3 atau 4 tahun silam, punya DSLR itu dikaitkan dengan "hidup modern", so wajar klo ada rasanya pengen punya DSLR, sama halnya ingin punya MAC BOOK, ataupun IPHONE atau juga BLACKBERRY.
Namun, di antara 4 items yakni: DSLR, MAC BOOK, IPHONE, dan BLACKBERRY, cita-cita ingin memiliki DSLR dari hanya sekedar trend berubah menjadi suatu kebutuhan. Mengapa? simple aja, saya suka travelling, dan selama ini just pergi jalan-jalan aja, then gak ada record/dokmentasi sama sekali, sehingga klo mau flash back rada kerepotan, pengen cerita klo tempat yang dikunjungi bagus malah no evidence. So, rasanya saya butuh kamera.
Kan ada kamera handphone boss, well, no..no..no.. kamera di handphone gak saya anggep sebagai kamera. Maaf yee.
Pertanyaannya, darimana kita harus mulai melangkah?
1. Yakin kan diri kalo akan dan mampu mencintai photography. Gampang, cara mendeteksi kita bakalan suka ma photography based on my pengalaman: (a) Suka memoto...hehehe klo yang ini emang udah jelas lah ya. (b) suka difoto...hmm sebenarnya ini bakat lebih pada jadi model, tapi bisa koq jadi seneng photography. Contohnya: orang yang sangat-sangat suka difoto itu biasanya NARSIS. Nah, narsis ini sama kayak "drug", harus segera dipenuhi dan tersalurkan. So, klo pas gak ada photographer, otomatis dia akan mencari cermin untuk motret diri sendiri (fenomena narcism) atau dengan kata lain orang tersebut mau gak mau harus memoto. Ujung-ujungnya balik ke point (a) yakni suka memoto. Ok, yang (c) suka melihat foto. Hmmm... alasan yang ke-3 ini kurang kuat siy, tapi cukup untuk mendorong seseorang menyukai photography.
Nah, saya lebih pada point c. Suka liatin hasil karya jepretan orang sambil bergumam, "kapan yaa bisa menghasilkan masterpeace seperti itu."
Nah, saya lebih pada point c. Suka liatin hasil karya jepretan orang sambil bergumam, "kapan yaa bisa menghasilkan masterpeace seperti itu."
2. Yakinkan diri klo emang terangat sangat memerlukan DSLR. Karena banyak lho jenis kamera dan sepertinya sampai saat ini DSLR memegang record harga tertinggi di antara semua jenis kamera. Singkatnya gini, klo mau memoto tapi lebih mengedepankan kepraktisan dan keringkesan, maka DSLR adalah pilihan terburuk. Coba deh searching bagaimana besar dan beratnya body DSLR dan lensanya. Maka, klo seperti ini, pocket camera adalah pilihan terbaik, SIMPLE dan qualitasnya juga gak bisa dianggap remeh.
Level berikutnya ada yang namanya kamera prosumer (asal kata professional-comsumer). Banyak koq contoh kameranya, coba searching ndiri yaa. intinya kamera ini gak serumit dan gak seberat DSLR, tapi fungsi-fungsi manual sudah mulai dikedepankan. Intinya mengambil gambar sudah tidak ditekankan pada mode auto seperti pada pocket camera, tapi lebih kepada manual setting. Nah, my point of view, ketika kita sudah berada pada manual setting, di sinilah baru kita rasakan "indahnya" ngejepret.
Bagaimana dengan DSLR or Digital Single-Lens Reflection. first think yang perlu diperhatikan adalah, Umumnya kamera DSLR menawarkan fitur-fitur manual yang memberikan keluasaan photographers untuk berkreasi dalam teknik photography yang mereka gunakan. So, bisa lebih mengekspresikan ilmu yang ada. Namun, bagi masyarakat awam, bisa dibilang complicated, walaupun DSLR ada juga auto modenya. Hal yang lain yang juga cukup penting diperhitungkan adalah bila ingin terjun ke photography ditemani oleh DSLR, siap2 dengan budget yang gak sedikit. So, klo memang teramat sangat ingin mencintai photography dan memiliki dana yang "cukup", maka gak ada salahnya untuk memulai menggunakan DSLR.
3. Jangan membeli DSLR tanpa ilmu. Yap, ini barang "mahal" bos, yang harus penuh perhitungan dalam membelinya. Klo kita memang nol besar masalah DSLR dan photograpy, lebih baik berikan waktu 1 bulan-3 bulan untuk sedikit tau tentang DSLR dan fotograpi. Hal ini sangat membantu dalam menentukan jenis DSLR apa yang sesuai dengan kapasitas kita, tujuan kita dan tentunya financial kita.
Based on pengalaman saya, majalah adalah kawan terbaik untuk tau tentang DSLR dan fotograpi. Majalah pertama yang saya baca adalah DIGITAL CAMERA edisi bulan Maret. Ohya, saya sendiri kurang mengerti majalah di Indonesia yang bagus untuk apa. Gak perlu mencari majalah untuk pemula. Hal yang saya merasa bersyukur dipertemukan dengan DIGITAL CAMERA adalah walaupun mereka sudah mengeluarkan hingga 72 edisi waktu pertama kali saya beli, namun ada satu topik yang menarik untuk saya baca sebagai pemula yakni back to basic: Shutter Speed. Sebab inilah saya berniat untuk memulai melangkah dengan fotograpi.
So, next kita coba liat ya kenapa siy gara-gara topik back to basic: shutter speed bisa menjadi modal dasar memahami fotografi.
see yaaa
So, next kita coba liat ya kenapa siy gara-gara topik back to basic: shutter speed bisa menjadi modal dasar memahami fotografi.
see yaaa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar