Welcome home....

Assalamualaikum wr.wb
Rekan-rekan pembaca..selamat menikmati suguhan yang insyaallah bermanfaat dunia wal akherat...

"Pembaca yang baik meninggalkan komentar-komentar yang bermutu."

Rabu, 25 Agustus 2010

Coret-coret kondisi pendidikan pra apoteker (point 1)


Assalamualaikum warrohmatullahi wabarokatuh
_-_mulai coret-coret lg ah di blog ni.. kasian dah lama gak dicoret_-_

Nah, tulisan ni sebenarnya sebuah kegerahan dari diri sendiri melihat kondisi real dari beberapa peran apoteker yang terlupakan.

Kita coba sedikit meng-korek-korek pendidikan farmasi di Indonesia yuk..

Kira-kira gini niy...

Ada beberapa point penting yang mungkin bisa jadi koreksi kita bersama:

  1. Ternyata mainset antara APTFI dan IAI masih belum berada pada titik temu. Analoginya gini nih.. Layaknya Rel kereta api.. terbuat dari besi Baja dan sepasang... Rel itu pasti ada dua besi panjang yang membentuknya dimana merupakan tempat roda-roda kereta berada... liat gambar di pojok atas yak klo masih lum nyambung....
Nah, masih berbicara rel ya kawan..
Ada 2 organisasi sentral di dunia kefarmasian kita yakni (koreksi klo salah ya) APTFI dan IAI. Secara singkat APTFI tu konsen ke proses pendidikan pra Apoteker (mahasiswa farmasi) tapi klo IAI tu organisasi profesi apoteker yang isinya mutlak para apoteker dan konsennya ke "pendidikan" Apoteker. Mahasiswa yang notabene dah lulus + disumpah akan dilepas oleh perguruan tinggi masing-masing untuk kemudian diterima oleh IAI. Nah, selanjutnya para Apoteker akan berkiprah dengan payung IAI.

Coba kita analogkan 2 organisasi besar tersebut dengan besi panjang yang membentuk rel tersebut dimana roda kereta api berada. Rel kereta tidak akan bisa dikatakan rel bila hanya ada satu besi panjang. Begitu pula dunia kefarmasian, mendapat pengaruh besar dari dua organisasi tersebut. Nah, masing-masing organisasi tersebut pun memiliki tugas diranahnya masing-masing dengan konsep dan keyakinan masing-masing. Sampe saat ini kedua besi Rel (baca:organisasi tersebut) tetap lah menjadi besi rel yang berada pada posisinya masing-masing dan selalu sejajar. Belum pernah ada kejadian rel-rel ini bersatu jadi 1 besi. Wah.. kayaknya klo bakal kejadian malah repot banget.. otomatis kereta (baca:dunia kefarmasian) jadi gak bisa jalan di atasnya. Nah, yang jadi masalah bagaimana kita menjaga agar kedua besi ini selalu sejajar agar bisa dilewati kereta? Siapakah yang harus berperan menjadi besi-besi kecil tempat dudukan 2 besi panjang ini?

Sebelum kita membayang-bayangkan jawaban untuk pertanyaan di atas.. ada baiknya penulis sampaikan apa yan menjadi pendapat penulis tentang kesejajaran antara IAI dan APTFI. Kita tau bahwa APTFI berasaskan ilmu, teknologi, dan profesi (lihat di aptfi.or.id), sedangkan bila kita lihat di visi misi IAI (lihat di www.ikatanapotekerindonesia.net) lebih menitikberatkan pada perwujudan apoteker yang profesional. Nah, klo kita bertanya apakah kedua organisasi ini bertentangan, maka tentu tidak jawabannya. Bisa kita katakan kedua organisasi ini sejalan namun tidak satu dan tidak bertemu pada satu titik. sehingga pantaslah kita ibaratkan mereka sebagai 2 besi panjang di rel kereta api.

APTFI dengan ketiga azaz tersebut berusaha untuk memberikan perhatian pada ketiga-tiganya. Namun, kita perlu ketahui sekalipun APTFI telah berusaha tentu pada akhirnya akan jatuh dan condong pada salah satu atau beberapa azaz tersebut, yang jelas suatu ke niscayaan bisa memberikan perhatian yang seimbang pada ketiganya. Penulis melihat dengan berapa telaah yang dilakukan ternyata dari ketiga azaz tersebut, APTFI lebih menitikberatkan pada ilmu sains dan teknologi yang dikembangkan. Hal ini sangat logis dengan alasan sebagai berikut.
1. Pada awalnya Pendidikan farmasi berada bawah induk ilmu sains (baca: MIPA) dengan drug oriented sebagai arah pendidikannya.
2. Komposisi proses pembelajaran 4+1 dimana porsi ilmu sains dan teknologi kefarmasian diberikan dengan porsi lebih besar selama 4 tahun dengan ditambah 1 tahun untuk pendidikan profesi. Selama proses 4 tahun pun sangatlah minim ditekankan pada proses penanaman profession character sebagai seorang apoteker. Yak, karena mainset APTFI masih memisahkan S1 dengan Program pendidikan Profesi Apoteker.

Dua alasan tersebut menjadikan APTFI tetap bertahan dengan konsep pendidikan farmasi 4+1 dimana porsi sains dan teknologi lebih banyak diberikan dengan alasan:
1. Peningkatan kompetensi apoteker di bidang sains dan industri.
2. APTFI tidak ingin apoteker kehilangan lahan garapan di bidang sains (baca: peneliti) dan industri. Karena menurut mereka lahan ini cukup besar.

Namun, apakah berbagai alasan APTFI tersebut benar-benar mampu memberikan sumbangsih yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia dalam peningkatan kesehatan terutama dalam ketersediaan obat yang bermutu, aman, dan harga terjangkau? Apakah tidak disadari dengan pola pendidikan yang semacam ini, sebenarnya apoteker kehilangan jati diri sebagai apoteker karena mereka harus dipaksa bersaing dengan rekan-rekan Sarjana KIMIA, dan Teknik KIMIA yang mereka tanpa harus bersusah payah menyandang tanggung jawab besar sebagai Apoteker, toh mereka pun sangat bahkan jauh sangat dibutuhkan oleh dunia sains dan industri tanah air?

Nah, bagaimanakah dengan IAI sebagai "batang besi" yang selalu diharapkan sejajar dengan APTFI? IAI sesuai dengan visi mereka ingin menjadikan profesi apoteker ini paripurna dengan profesionalisme tinggi pada apoteker tentu menginginkan penanaman profession character sedini mungkin. IAI berusaha merekonstruksi dan menformat agar para apoteker mampu secara sadar untuk berpraktek profesional sebagai apoteker. Namun, apakah IAI akan mampu memproses ini semua padahal proses "pabrikasi" untuk menjadi apoteker selama masa pendidikan pra apoteker telah dihabiskan untuk memperbanyak porsi memikirkan masalah seputar sains dan teknologi dengan interaksi intens pada benda-benda lab yang jelas mereka (baca:alat-alat lab) adalah benda-benda mati?

Ada hal yang menarik yang harusnya tertanam pada siapapun yang menyandang gelar Apt yakni:

"bila masyarakat mendengar kata apoteker maka masyarakat ngertinya apoteker adalah orang yang tau tentang obat dan nama-namanya serta khasiatnya"

Yang terpenting sekarang bagi masyarakat adalah bagaimana apoteker dengan pelayanannya mampu memilihkan obat bagi mereka terhadap penyakit yang mereka derita, bukan bagaimana nasib dalam tubuh, atau bagaimana cara buat obat tersebut. Yap. bukankah ini pulalah sebagai tujuan dari patient oriented yang menjadi arah gerak apoteker saat ini? Namun, sekali lagi pertanyaan yang muncul apakah bekal "klinis" ini sudah cukup didapatkan selama pendidikan pra apoteker?

Kondisi ini, secara lantang IAI menjawab pada beberapa forum diskusi dengan

"kebhodolan skill caring terhadap pasien dimiliki oleh apoteker"

Banyak yang meng-amin kan bahwa skill caring ke pasien akan terisi dengan pengalaman paling tidak 10 tahun. Namun, apakah dalam periode "10 tahun mencari pengalaman" maka pasien akan dijadikan bahan uji coba sebagai mana kutipan salah seorang petinggi IAI sebagai berikut.

apoteker adl tenaga kesehatan yg langsung ketemu pasien,harus siap bgitu disumpah jd apoteker, gak ada istilah "trainable" emang nyawa pasien mau buat latihan....astaghfirullah...terlalu beresiko

Nah, dari pemikiran inilah IAI berusaha merekonstruksi dan mengkonsep arah pendidikan pra apoteker. Sebut saja dengan istilah 5+0. Mungkin klo penulis boleh berpendapat, konsep ini serupa tapi tak sama dengan sistem pendidikan rekan-rekan sejawat kita DOKTER. Konsep 5+0 ini memiliki dasar bahwa profession character building yang selama ini hanya ada di program pendidikan profesi yang waktunya hanya 1 tahun di dalamnya PKL 6 bulan (bahkan ada yang hnya 4 bulan), diintegrasikan pada sistem pembelajaran selama 5 tahun untuk menjadi seorang Apoteker.
"Layaknya mengajarkan sholat dimulai sejak umur 7 tahun (sedini mungkin)"

Nah, sudah mulai kebayangkan posisi dan keinginan dari masing-masing "besi" tersebut?
Ohya, penulis menggunakan perumpamaan "besi" karena masing-masing posisinya sama kuat dan keyakinan kedua organisasi tersebut terhadap dunia kefarmasian sangat kuat, sehingga suatu keniscayaan akan melebur jadi satu. Namun, justru harus kita sadari kita perlu kedua besi tersebut agar kereta "dunia kefarmasian" mampu berjalan dengan harmonis. Oleh karena itu, sudah menjadi suatu keharusan pada rel kereta api memiliki besi-besi kecil yang jumlahnya banyak sebagai dudukan sekaligus penghubung agar kedua besi panjang tersebut tetap sejajar, sehingga lokomotif dan gerbong-gerbong yang berjalan di atasnya dapat bergerak secara dinamis, aman dan teratur.

Tulisan ini merupakan pendapat pribadi yang disesuaikan dengan telaah yang dilakukan penulis. Tulisan ini merupakan bagian pertama yang akan dilanjutkan dengan point pada mainset organisasi mahasiswa farmasi di seluruh perguruan tinggi indonesia.. selamat menantikan tulisan selanjutnya yaa

1 komentar:

  1. ini pendapat saya pribadi tentang kurikulum farmasi,,, setiap aspek dari suatu disiplin ilmu itu harus diperhatikan, tiap orang memiliki minat, kompetensi, dan kecenderungan yang berbeda. selama ini memang yang namanya Apoteker adalah orang yang berhadapan dengan pasien langsung,, it's mean melaksanakan pharmaceutical care,,,, kompetensi ini harus ada,,, ini dari sisi pelayanan. namun menurut saya dari sisi pengembangan teknologi dan Industri juga harus ada,,, dan bukan berarti mereka yang berminat dalam hal teknologi dan Industri secara mutlak harus mengerti mengenai pelayanan ke pasien,,
    nah saya cenderung berpikir seperti ini.. Fokus itu penting, farmasi itu memiliki banyak asperk yang tidak bisa disamakan, apalagi terkait dengan penelitian, pengembangan teknologi, pengembangan obat baru dari tanaman, pengembangan metode pengobatan, inovasi therapy obat, itu butuh orang-orang yang menekuni bidang pengembangan. Bisa peneliti, bisa wirausaha, bisa ke ranah Publik dll. nah,, untuk Pharmaceutical care bisa diampu oleh Farmasis yang memiliki minat ke arah pasien oriented. It's mean para mahasiswa yang mengambil farmasi Klinis dan Komunitaslah yang seharusnya mengambil Apoteker. karena yang disandang adalah klinisi.. jadi pendapat saya,, yang seharusnya sejak awal 4+1 atau 5+0 itu yaa mahasiswa yang mengambil minat Farmasi Klinik Komunitas,,, oleh karena itu sebenarnya saya juga tidak setuju jika ISFI namanya diubah menjadi IAI. karena beda dengan dokter. Farmasi itu ilmu yang luas,,,

    BalasHapus