hehehe... judulnya aneh ya... but, it's oklah
Wah.. dah lama rasanya gak buka blog ini.. ternyata istiqomah tu berat ya.. pengen terus nulis, tapi ada aja gangguan yang mengganggu kontinuitas tersebut.
let me tell u something.....
Ada sebuah kata mutiara (bisa disebut gitu lah).. bermakna banget...
Welcome home....
Rekan-rekan pembaca..selamat menikmati suguhan yang insyaallah bermanfaat dunia wal akherat...
"Pembaca yang baik meninggalkan komentar-komentar yang bermutu."
Jumat, 08 Oktober 2010
Sebuah cita yang dicitakan.....
Jumat, 03 September 2010
SBY: Indonesia ganyang Malaysia udah bukan zamannya
Ataukah kita termasuk golongan yang disabdakan oleh Nabi shalallahu 'alaihi wassalam,
Sabtu, 28 Agustus 2010
secercah harapan bagi ISMAFARSI
Kamis, 26 Agustus 2010
Misi kemanusiaan Gaza "kemanakah apoteker berada?"
Assalamualaikum warrohmatullahi wabarokatuh
Rekan-rekan ku yang insyaallah senantiasa dilimpahkan rahmat oleh Allah subhanawataala.
Mungkin udah gak asing lg di telinga dan mata rekan-rekan pembaca terhadap sosok dr. Joserizal. Beliau bisa dikatakan orang no 1 di Indonesia yang konsen banget buat kegiatan kemanusiaan khususnya di bidang kesehatan baik di dalam negeri maupun di luar negeri terlebih khusus lg pada misi-misi kemanusiaan "akbar" di daerah konflik seperti Gaza, Irak, dan Afghanistan. Beliau bersama tim dokter lainnya di bawah payung organisasi MER-C (www.mer-c.org) selalu siap sedia bergerak untuk turun tangan secara langsung menangani korban-korban di berbagai daerah konflik. Selain itu, beliau telah menggandeng beberapa organisasi kesehatan lainnya, sebut saja hilal ahmar. Bahkan, dibandingkan dengan SBY, nama beliau jauh lebih dikenal di GAZA pada khususnya. Namun, tentunya tulisan ini bukan mau mengupas habis gerakkan perjuangan beliau, tp mencoba mengambil pelajaran dari pengalaman-pengalaman beliau.
Berbicara masalah GAZA, dibeberapa seminar ilmiah menyebutkan bahwa GAZA ini bukanlah konflik internal perebutan kekuasaan antara HAMAS dan FATAH, tetapi bila kita cermati konflik ini lebih pada penjajahan yang dilakukan kaum zionis kepada negara islam. Bisa kita cermati dari berbagai media cetak maupun elektronik (misalnya: di www.arrahmah.com) bagaimana kekejaman kaum yahudi Israel terhadap bangsa muslim yang secara jelas Israel ditunggangi oleh Amerika. Berbagai aksi penyimpangan Hak asasi manusia, yang biasanya Amerika paling kenceng teriak klo ada penyimpangan hak asasi ini, terjadi begitu saja tanpa ada upaya dari negara-negara atau bahkan PBB, yang katanya lokomotif perdamaian, untuk menghentikan aksi-aksi brutal dari kekejaman ini. Sudah menjadi sunatullah-nya akan timbul korban jiwa yang tidak hanya 1 bahkan ribuan dan jutaan yang tentunya banyak dari pihak muslim.
Rabu, 25 Agustus 2010
Berbagai kasus kesehatan di tanah air ku
Assalamualaikum
semoga rekan-rekan pembaca diberi perlindungan oleh Allah subhanawataa'ala dan diberi kesehatan yang merupakan nikmat yang sering kita lupakan, dimana nikmat yang satu ini menjad harga mahal di tanah air ini. Sungguh kondisi yang ironis dan mengenaskan.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam bersabda
semoga kita digolongkan oleh Allah azzawajalla ke dalam golongan orang yang mampu bersyukur atas kedua nikmat tersebut yakni dengan menjaganya dan mengoptimalkan untuk memperbanyak beribadah kepada Allah subhanawata'ala.
Berikut ini merupakan rekaman beberapa kondisi yang sempat menyeruak dibeberapa media masa.
silahkan rekan-rekan pembaca memberikan ulasan...!!
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1984/06/30/KSH/mbm.19840630.KSH40896.id.html
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/08/23/ratusan-dokter-demo-dpr-desak-ukdi-dihapus
Coret-coret kondisi pendidikan pra apoteker (point 1)
Assalamualaikum warrohmatullahi wabarokatuh
_-_mulai coret-coret lg ah di blog ni.. kasian dah lama gak dicoret_-_
Nah, tulisan ni sebenarnya sebuah kegerahan dari diri sendiri melihat kondisi real dari beberapa peran apoteker yang terlupakan.
Kita coba sedikit meng-korek-korek pendidikan farmasi di Indonesia yuk..
Kira-kira gini niy...
Ada beberapa point penting yang mungkin bisa jadi koreksi kita bersama:
- Ternyata mainset antara APTFI dan IAI masih belum berada pada titik temu. Analoginya gini nih.. Layaknya Rel kereta api.. terbuat dari besi Baja dan sepasang... Rel itu pasti ada dua besi panjang yang membentuknya dimana merupakan tempat roda-roda kereta berada... liat gambar di pojok atas yak klo masih lum nyambung....
Ada 2 organisasi sentral di dunia kefarmasian kita yakni (koreksi klo salah ya) APTFI dan IAI. Secara singkat APTFI tu konsen ke proses pendidikan pra Apoteker (mahasiswa farmasi) tapi klo IAI tu organisasi profesi apoteker yang isinya mutlak para apoteker dan konsennya ke "pendidikan" Apoteker. Mahasiswa yang notabene dah lulus + disumpah akan dilepas oleh perguruan tinggi masing-masing untuk kemudian diterima oleh IAI. Nah, selanjutnya para Apoteker akan berkiprah dengan payung IAI.
Coba kita analogkan 2 organisasi besar tersebut dengan besi panjang yang membentuk rel tersebut dimana roda kereta api berada. Rel kereta tidak akan bisa dikatakan rel bila hanya ada satu besi panjang. Begitu pula dunia kefarmasian, mendapat pengaruh besar dari dua organisasi tersebut. Nah, masing-masing organisasi tersebut pun memiliki tugas diranahnya masing-masing dengan konsep dan keyakinan masing-masing. Sampe saat ini kedua besi Rel (baca:organisasi tersebut) tetap lah menjadi besi rel yang berada pada posisinya masing-masing dan selalu sejajar. Belum pernah ada kejadian rel-rel ini bersatu jadi 1 besi. Wah.. kayaknya klo bakal kejadian malah repot banget.. otomatis kereta (baca:dunia kefarmasian) jadi gak bisa jalan di atasnya. Nah, yang jadi masalah bagaimana kita menjaga agar kedua besi ini selalu sejajar agar bisa dilewati kereta? Siapakah yang harus berperan menjadi besi-besi kecil tempat dudukan 2 besi panjang ini?
Sebelum kita membayang-bayangkan jawaban untuk pertanyaan di atas.. ada baiknya penulis sampaikan apa yan menjadi pendapat penulis tentang kesejajaran antara IAI dan APTFI. Kita tau bahwa APTFI berasaskan ilmu, teknologi, dan profesi (lihat di aptfi.or.id), sedangkan bila kita lihat di visi misi IAI (lihat di www.ikatanapotekerindonesia.net) lebih menitikberatkan pada perwujudan apoteker yang profesional. Nah, klo kita bertanya apakah kedua organisasi ini bertentangan, maka tentu tidak jawabannya. Bisa kita katakan kedua organisasi ini sejalan namun tidak satu dan tidak bertemu pada satu titik. sehingga pantaslah kita ibaratkan mereka sebagai 2 besi panjang di rel kereta api.
APTFI dengan ketiga azaz tersebut berusaha untuk memberikan perhatian pada ketiga-tiganya. Namun, kita perlu ketahui sekalipun APTFI telah berusaha tentu pada akhirnya akan jatuh dan condong pada salah satu atau beberapa azaz tersebut, yang jelas suatu ke niscayaan bisa memberikan perhatian yang seimbang pada ketiganya. Penulis melihat dengan berapa telaah yang dilakukan ternyata dari ketiga azaz tersebut, APTFI lebih menitikberatkan pada ilmu sains dan teknologi yang dikembangkan. Hal ini sangat logis dengan alasan sebagai berikut.
1. Pada awalnya Pendidikan farmasi berada bawah induk ilmu sains (baca: MIPA) dengan drug oriented sebagai arah pendidikannya.
2. Komposisi proses pembelajaran 4+1 dimana porsi ilmu sains dan teknologi kefarmasian diberikan dengan porsi lebih besar selama 4 tahun dengan ditambah 1 tahun untuk pendidikan profesi. Selama proses 4 tahun pun sangatlah minim ditekankan pada proses penanaman profession character sebagai seorang apoteker. Yak, karena mainset APTFI masih memisahkan S1 dengan Program pendidikan Profesi Apoteker.
Dua alasan tersebut menjadikan APTFI tetap bertahan dengan konsep pendidikan farmasi 4+1 dimana porsi sains dan teknologi lebih banyak diberikan dengan alasan:
1. Peningkatan kompetensi apoteker di bidang sains dan industri.
2. APTFI tidak ingin apoteker kehilangan lahan garapan di bidang sains (baca: peneliti) dan industri. Karena menurut mereka lahan ini cukup besar.
Namun, apakah berbagai alasan APTFI tersebut benar-benar mampu memberikan sumbangsih yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia dalam peningkatan kesehatan terutama dalam ketersediaan obat yang bermutu, aman, dan harga terjangkau? Apakah tidak disadari dengan pola pendidikan yang semacam ini, sebenarnya apoteker kehilangan jati diri sebagai apoteker karena mereka harus dipaksa bersaing dengan rekan-rekan Sarjana KIMIA, dan Teknik KIMIA yang mereka tanpa harus bersusah payah menyandang tanggung jawab besar sebagai Apoteker, toh mereka pun sangat bahkan jauh sangat dibutuhkan oleh dunia sains dan industri tanah air?
Nah, bagaimanakah dengan IAI sebagai "batang besi" yang selalu diharapkan sejajar dengan APTFI? IAI sesuai dengan visi mereka ingin menjadikan profesi apoteker ini paripurna dengan profesionalisme tinggi pada apoteker tentu menginginkan penanaman profession character sedini mungkin. IAI berusaha merekonstruksi dan menformat agar para apoteker mampu secara sadar untuk berpraktek profesional sebagai apoteker. Namun, apakah IAI akan mampu memproses ini semua padahal proses "pabrikasi" untuk menjadi apoteker selama masa pendidikan pra apoteker telah dihabiskan untuk memperbanyak porsi memikirkan masalah seputar sains dan teknologi dengan interaksi intens pada benda-benda lab yang jelas mereka (baca:alat-alat lab) adalah benda-benda mati?
Ada hal yang menarik yang harusnya tertanam pada siapapun yang menyandang gelar Apt yakni:
Yang terpenting sekarang bagi masyarakat adalah bagaimana apoteker dengan pelayanannya mampu memilihkan obat bagi mereka terhadap penyakit yang mereka derita, bukan bagaimana nasib dalam tubuh, atau bagaimana cara buat obat tersebut. Yap. bukankah ini pulalah sebagai tujuan dari patient oriented yang menjadi arah gerak apoteker saat ini? Namun, sekali lagi pertanyaan yang muncul apakah bekal "klinis" ini sudah cukup didapatkan selama pendidikan pra apoteker?
Kondisi ini, secara lantang IAI menjawab pada beberapa forum diskusi dengan
Nah, dari pemikiran inilah IAI berusaha merekonstruksi dan mengkonsep arah pendidikan pra apoteker. Sebut saja dengan istilah 5+0. Mungkin klo penulis boleh berpendapat, konsep ini serupa tapi tak sama dengan sistem pendidikan rekan-rekan sejawat kita DOKTER. Konsep 5+0 ini memiliki dasar bahwa profession character building yang selama ini hanya ada di program pendidikan profesi yang waktunya hanya 1 tahun di dalamnya PKL 6 bulan (bahkan ada yang hnya 4 bulan), diintegrasikan pada sistem pembelajaran selama 5 tahun untuk menjadi seorang Apoteker.
Nah, sudah mulai kebayangkan posisi dan keinginan dari masing-masing "besi" tersebut?
Ohya, penulis menggunakan perumpamaan "besi" karena masing-masing posisinya sama kuat dan keyakinan kedua organisasi tersebut terhadap dunia kefarmasian sangat kuat, sehingga suatu keniscayaan akan melebur jadi satu. Namun, justru harus kita sadari kita perlu kedua besi tersebut agar kereta "dunia kefarmasian" mampu berjalan dengan harmonis. Oleh karena itu, sudah menjadi suatu keharusan pada rel kereta api memiliki besi-besi kecil yang jumlahnya banyak sebagai dudukan sekaligus penghubung agar kedua besi panjang tersebut tetap sejajar, sehingga lokomotif dan gerbong-gerbong yang berjalan di atasnya dapat bergerak secara dinamis, aman dan teratur.
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi yang disesuaikan dengan telaah yang dilakukan penulis. Tulisan ini merupakan bagian pertama yang akan dilanjutkan dengan point pada mainset organisasi mahasiswa farmasi di seluruh perguruan tinggi indonesia.. selamat menantikan tulisan selanjutnya yaa
Sabtu, 21 Agustus 2010
REKONSTRUKSI MAHASISWA FARMASI INDONESIA (part 2)
reorientasi kontrusksi apoteker pada mahasiswa farmasi
Profession character building merupakan karakter dasar yang harus dimiliki oleh setiap apoteker dan hal ini merupakan prinsip dan konsep dalam berpraktek keprofesian apoteker. Pembentukan karakter dasar ini tentunya akan terasa sangat sulit dilakukan setelah mahasiswa farmasi menjelma menjadi apoteker (kenapa penulis menggunakan kata menjelma karena untuk saat ini penulis melihat waktu yang ditempuh di kuliah profesi hanya mampu menciptakan penjelmaan mahasiswa farmasi menjadi apoteker dalam artian belum bisa menjadikan apoteker sungguhan hanya sebatas penjelmaan-penjelmaan.), karena pembentukan hal-hal dasar dilakukan pada tahapan dasar pula sehingga akan terpola suatu kebiasaan sejak dini. Layaknya shalat diajarkan pada seorang anak sedini mungkin, namun tidak menutup kemungkinan orang dewasa baru belajar shalat tetapi tentunya lebih sulit daripada mendidik pada waktu kanak-kanak. Oleh karena itu, perlu diupayakan langkah-langkah strategis dalam Profession character building pada mahasiswa farmasi dengan kerjasama antara organisasi mahasiswa dan organisasi profesi serta dukungan APTFI dan pemerintah. (BERSAMBUNG)
REKONSTRUKSI MAHASISWA FARMASI INDONESIA
Sebuah revolusi peran "masyarakat" mahasiswa demi menjawab tantangan profesi apoteker ke depan
oleh:
Anugerah B. Adina
(Part 1)
Suatu hal yang mungkin hingga saat ini tak akan pernah habis bila kita berbicara, berdiskusi, dan bahkan berseminar seputar keprofesian apoteker. Mulai dari forum-forum kecil yang dibuka antar kelompok kecil apoteker-apoteker di sela-sela makan siang mereka, beranjak pada forum diskusi dengan berbagai media termasuk internet (baca: facebook & milist) yang banyak digandrungi tak hanya para apoteker muda, tetapi hingga kaum sepuh sekalipun, dan bahkan hingga berbagai acara diskusi, seminar, dan talkshow diadakan untuk menjawab berbagai permasalahan dunia keprofesian apoteker. Namun, sekali lagi tidak jarang notulensi diskusi tersebut baru sampai pada tataran pewacanaan dengan jarang sekali yang berujung pada solusi strategis. Oleh karena itu, tetap perlu peran berbagai pihak mulai dari mahasiswa sebagai raw materials, PT (perguruan tinggi) sebagai plant-nya, APTFI (Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia) sebagai designer, hingga IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) dan Pemerintah Indonesia sebagai perwakilan dari masyarakat sebagai QA (quality assurance).
Berbagai pihak tersebut tentunya harus bergerak sesuai SOP-nya untuk mampu mengolah mahasiswa sebagai raw materials. Final kompetensi yang terintegrasi dengan SOP sudah selayaknya dipahami secara baik dengan adanya keterikatan antara pihak yang satu dengan yang lainnya. Namun, apakah semua sudah mampu berjalan dengan baik sesuai prosedur? Hal ini bisa dilihat sebagai pertanyataan retoris yang bila kita kaitkan dengan kenyataan dunia keprofesian kita pada khususnya dan kesehatan masyarakat Indonesia pada umumnya. Bahkan, berbagai tindakan evaluasi secara parsial yang nampaknya masing-masing pihak berusaha berbenah belum memberikan hasil yang “menyejukkan” hati dan pikiran.
Cukup menarik memang bila melihat proses evaluasi dari masing-masing pihak (sebut saja, dengan tanpa mengurangi rasa hormat, APTFI, IAI, dan bahkan pemerintah Indonesia) menyikapi persoalan keprofesian ini. Ditambah baru-baru ini kembali diwacanakan sebuah profession character building yang merupakan permasalahan klasik sejak dikumandangkannya patient oriented yang mengubah orientasi apoteker dari masa-masa drug oriented. Masing-masing pihak mengangkat isu ini (baca: profession character building ) dengan harapan bisa menjadi solusi praktek kefarmasian apoteker. Namun, sekali lagi sudah sampai sejauh apakah kesesuaian target pencapaian dari usaha-usaha tersebut? Berangkat dari usaha itu semua, tulisan ini bukanlah bermaksud melakukan kritik karena penulis yakin bahwa masing-masing pihak yakin atas kebenaran usaha yang telah ataupun sedang dilakukan, tetapi kita mencoba menganalisis dari sudut yang berbeda dengan fokus pada proses pengolahan raw materials (baca: mahasiswa).
Mahasiswa farmasi merupakan input yang sangat penting dalam dunia keprofesian apoteker. Disadari atau tidak, mahasiswa dengan masa belajar 4 +1 tahun, untuk kemudian terjun di duni keprofesian apoteker, menjadi tonggak kemajuan praktek kefarmasian di masa berikutnya, masa dimana mahasiswa-mahasiswa tersebut telah menjelma menjadi apoteker-apoteker yang siap melakukan praktek kefarmasian sebagaimana yang diamanatkan dalam UU no 36 tentang kesehatan dan PP 51 tentang praktek kefarmasian. Namun, cukup disayangkan, komunitas yang bernama mahasiswa ini jarang mendapat perhatian khusus dan bahkan bisa penulis katakan sebagai ladang ujicoba berbagai proses pembelajaran yang sudah seyogiyanya ditentukan dari kompetensi seperti apakah yang diinginkan.
Kita sebagai apoteker tidak bisa memungkiri bahwa berbagai kompetensi baik itu yang berbasis sains maupun klinis dengan berbagai turunan materinya harus dikuasai.
Hal ini menjadi tantangan yang sekaligus sebagai ancaman bagi kualitas dan kuantitas penguasaan ilmu tersebut sehingga berujung pada sedalam apa kompetensi yang dimiliki oleh seorang apoteker. Kondisi yang bisa dikatakan sebagai multidisiplin pembelajaran farmasi harus mendapat perhatian yang serius baik dari APTFI sebagai designer dari proses pembelajaran itu sendiri ataupun IAI sebagai stakeholder yang akan menggunakan “buah karya” rekan-rekan APTFI (karena APTFI sebagai designer-nya). Patut dicermati bahwa APTFI dan IAI harus mampu bekerja sama dalam men-design system pembelajaran bagi mahasiswa.
Namun, cukup disayangkan adanya adegan saling lempar tanggung jawab antara APTFI dan IAI. Berdasar pada beberapa kasus diskusi terbuka, (tanpa mengurangi rasa hormat) penulis harus mengatakan bahwa ada kecendrungan saling menyalahkan antara dua organisasi tersebut terhadap keterpurukan profesi apoteker saat ini. IAI mengatakan bahwa APTFI harusnya bertanggung jawab dalam proses pembekalan kompetensi, namun sebaliknya APTFI melontarkan bahwa IAI sudah sepatutunya pun memiliki desain untuk mengelola para apoteker. Berlepas dari adegan-adegan “panas” tersebut. Kita dengan pikiran dan hati yang jernih harus segera memikirkan langkah strategis tanpa harus menyalahkan dan membenarkan salah satu pihak.
Read More......